Header Ads

Header ADS

Mekanisme Antibakteri Madu Manuka, Studi Mengenai Respon P. Aeruginosa dan S. aureus Terhadap Madu Manuka






Kemampuan bakteri untuk beradaptasi dan menjadi resisten terhadap antibiotik telah diakui oleh komunitas ilmiah selama beberapa decade belakangan. Beberapa bakteri, diantaranya Staphylococcus aureus,  Acinetobacter baumannii,  dan spesies Enterococci  merupakan beberapa dari patogen nosokomial (timbul dari perawatan di rumah sakit)  yang mengalami peningkatan resistensi antimikroba (AMR) sehingga menyebabkan penyakit infeksi yang sulit diobati di seluruh dunia. AMR biasanya diperoleh melalui perubahan genetik, yang menyebabkan sifat fenotip yang lebih tahan pada sel, atau melalui integrasi sel ke dalam biofilm, yang dapat menyebabkan peningkatan toleransi terhadap antibiotik hingga 1.000 kali lipat.

Biofilm fenotip umumnya ditemukan pada infeksi saluran kemih, dan infeksi bakteri Pseudomonas aeruginosa pada luka bakar dan cystic fibrosis paru-paru. Penggunaan secara berlebihan, penyalahgunaan antibiotik secara berkepanjangan,  perkembangan obat antibakteri yang berkurang,  dan kurangnya dana untuk penelitian terapeutik baru telah memungkinkan AMR untuk mencapai titik krisisnya.

Infeksi AMR
mengakibatkan biaya  perawatan kesehatan menjadi membengkak, yang mengarah pada peningkatan morbiditas, mortalitas, dan hal itu semakin menambah biaya perawatan rumah sakit. Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini memperkirakan total biaya infeksi AMR antara US $ 70.000 dan US $ 100.000 per orang. Akan tetapi, diperkirakan  biaya AMR bisa jauh lebih tinggi karena operasi rutin  memerlukan penggunaan antibiotik profilaksis (semisal pada terapi kanker dan penggantian sendi / organ). Baru-baru ini, inisiatif yang dirancang untuk memicu pengembangan terapi baru telah diupayakan. Namun, senyawa dari inisiatif ini tidak akan tersedia selama beberapa tahun kedepan, karena jeda waktu yang begitu lama dalam proses pengembangan.

Untuk mengatasi masalah AMR dalam jangka pendek, para peneliti umumnya telah mengambil salah satu dari dua pendekatan: 1) menggabungkan kembali formulasi antimikroba yang ada untuk menghasilkan kombinasi baru; atau 2) menyelidiki terapi pengobatan alternatif, sambil membatasi penggunaan agen antimikroba yang saat ini masih efektif.
Banyak dari terapi ini telah menunjukkan harapan, karena mereka memberikan spektrum aktivitas antibakteri yang luas, menargetkan berbagai proses seluler dan karenanya mengurangi kemungkinan AMR timbul. Beberapa terapi antimikroba alternatif yang telah serius diselidiki meliputi nanopartikel,  bakteriofag "koktail", dan zat-zat alami seperti madu.

Madu
Sebagai Antimikroba
Madu telah digunakan selama berabad-abad sebagai produk  manis, pengawet makanan, dan terapeutik.
Madu diproduksi oleh lebah madu (Apis mellifera) dan dibentuk oleh pemasakan nektar, madu, dan sekresi lebah. Madu dapat mengandung lebih dari 200 senyawa, dan secara umum  terdiri dari gula, asam amino, vitamin, mineral, enzim, flavonoid, asam fenolat, dan antioksidan. Komposisi yang tepat dari madu berbeda-beda tergantung pada tanaman yang dihinggapi oleh lebah, kondisi lingkungan, dan pemrosesan hilir.

Pada zaman kuno, catatan  medis menggambarkan bagaimana madu yang berbeda harus diseleksi terlebih dahulu untuk penyakit yang berbeda, dan bukti ilmiah  yang muncul sekarang juga mendukung pemilihan madu yang selektif dalam  penggunaan medis.  Misalnya, madu yang berwarna lebih gelap, seperti manuka dan soba  memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada madu yang warnanya lebih cerah. Madu dilaporkan memiliki sifat imunomodulator, antidiabetik, antitumor,  antijamur, antivirus, dan  antibakteri.

Telah ada minat baru dalam menggunakan madu, khususnya madu manuka, untuk mengobati infeksi bakteri, terutama yang memiliki karakteristik AMR. Minat ini disebabkan oleh semakin banyaknya bukti yang melaporkan keberhasilan penggunaan madu dalam pengobatan infeksi topikal, beberapa di antaranya bahkan sudah tidak responsif terhadap perawatan konvensional. Beberapa penelitian in vitro juga telah melaporkan bahwa madu manuka memiliki aktivitas sinergis bila dikombinasikan dengan antibiotik seperti oxacillin, rifampicin, dan vankomisin. Selain itu, madu dapat digunakan untuk perawatan berkepanjangan karena toksisitasnya rendah, dan sampai saat ini, sedikit resistensi bakteri terhadap madu telah dilaporkan.

Terlepas dari manfaat madu yang nyata untuk perawatan infeksi, penggunaannya saat ini belum tersebar luas di negara maju. Belum begitu dikenalnya madu manuka di dunia klinis sebagian besar disebabkan oleh kurangnya data ilmiah yang menunjukkan efektivitasnya terhadap patogen yang diminati. Untuk mengatasi kekhawatiran ini, dua dekade terakhir telah banyak muncul sejumlah kelompok penelitian dan jumlah makalah yang diterbitkan tentang madu, dengan studi yang berfokus pada identifikasi komponen aktif, cara kerja, dan kemanjuran madu secara klinis. Khusus pada  madu manuka, aktivitas antimikroba sangat bisa dirasakan karena mengkonsumsi madu ini meningkat (dibandingkan dengan jenis madu lainnya), dan karena produk ini sudah menjadi produk medis berlisensi di Australia, Selandia Baru, Inggris, Eropa, Kanada, dan Amerika.

Komponen
Madu Dengan Aktivitas Antimikroba
Menentukan
sumber pasti aktivitas antimikroba yang terlihat dalam  madu bersifat rumit karena sifat multifaktorial dari madu. Madu memiliki osmolalitas tinggi karena konsentrasi gula yang tinggi dan telah ditunjukkan bahwa 61% madu yang diuji memiliki aktivitas antibakteri, yang dapat dikaitkan semata-mata karena potensi osmotiknya yang tinggi. Selain fitur ini, mayoritas aktivitas antimikroba madu-manuka berasal dari produksi hidrogen peroksida (H2O2).  Meskipun aktivitas yang dihasilkan oleh H2O2 kuat, aktivitasnya dapat dikurangi dengan menggunakan enzim katalase. Dalam lingkungan luka dimana katalase umumnya dilepaskan dari jaringan manusia, penghilangan H2O2  menyebabkan berkurangnya aktivitas antimikroba dari madu, oleh karena itu menimbulkan keraguan atas penggunaannya dalam pengaturan klinis. Komponen lain seperti molekul immunomodulator, semisal senyawa bee defensin,  fenolik, dan senyawa flavonoid juga berkontribusi terhadap aktivitas antimikroba  pada beberapa madu.

Aktivitas antimikroba dari madu manuka tidak berbasis
pada H2O2.  Sejauh ini, bagaimanapun juga, konstituen yang bertanggung jawab untuk aktivitasnya belum sepenuhnya dijelaskan Sampai saat ini, baik methylglyoxal (MGO) maupun leptosperin telah diidentifikasi sebagai kontributor utama untuk peningkatan aktivitas antimikroba nya.  Selain itu , ada senyawa fenolik dalam madu manuka yang hingga kini belum juga  teridentifikasi. Beberapa senyawa ini, seperti leptosperin  dapat memiliki aktivitas yang mirip dengan metilglioksal (MGO).  Sebuah penelitian yang menguji 20 madu Kanada menunjukkan bahwa madu yang mengandung jumlah senyawa fenolik tertinggi, dalam hal ini bunga liar dan madu soba, juga memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba yang paling tinggi. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pada madu di mana aktivitas H2O2 menjadi tidak ada (karena penambahan katalase eksogen), aktivitas antioksidan residual masih dapat ditemukan.

Mekanisme
Kerja Metilglioksal
Seperti disebutkan di atas, madu manuka telah terbukti memiliki tingkat aktivitas antimikroba non-H2O2 yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan madu lain. Tingkat aktivitas
antimikroba yang tinggi ini telah diukur dan diteliti, dan peningkatan tingkat kemanjuran antibakteri telah dikaitkan dengan beberapa senyawa yang diisolasi dari madu manuka.  Aktivitas antibakteri  madu manuka secara medis dinilai pada salah satu dari dua skala ; Konsentrasi MGO dalam madu, atau faktor manuka yang unik (UMF). Pada awalnya peringkat UMF didasarkan pada hubungan linier dengan fenol ketika diuji terhadap bakteri S. aureus. Senyawa MGO adalah senyawa 1,2-dicarbonyl, yang tidak eksklusif untuk madu manuka, dan dapat  ditemukan di bahan makanan lain. Sebuah studi telah menunjukkan bahwa konsentrasi MGO dalam madu manuka berkorelasi langsung dengan nilai UMF sehingga  dapat disimpulkan  bahwa senyawa ini bertanggung jawab atas aktivitas antimikroba yang diamati. Konsentrasi MGO jauh lebih tinggi pada madu manuka (antara 38 dan 725 mg / kg) dibandingkan dengan jenis madu lainnya (1,6 hingga 24 mg / kg). Senyawa MGO dapat dibentuk baik secara enzimatik maupun non-enzimatik, tergantung pada komponen lain yang ada dalam madu, serta kondisi lingkungan. MGO dalam madu manuka terutama dibentuk oleh konversi dihidroksiaseton menjadi MGO oleh reaksi Maillard non-enzimatik. Madu manuka yang dikumpulkan dari sarangnya seringkali mengandung kadar MGO yang relatif rendah, dan  kadar dihydroxyacetone (DHA) dengan konsentrasi tinggi. Selama penyimpanan, komposisi  kedua senyawa ini dapat menjadi terbalik, dimana  kadar MGO dalam madu meningkat, karena konversi dihydroxyacetone.

Khasiat
Antibakteri Madu Manuka
Madu Manuka diketahui memiliki khasiat antibakteri terhadap berbagai patogen, serta bekerja pada strain yang peka maupun yang telah  resisten terhadap antibiotik. Sementara MGO dianggap menghasilkan sebagian besar aktivitas antibakteri madu manuka, menarik untuk dicatat bahwa setelah dinetralisasi, madu manuka masih  memiliki  kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Hal ini sangat kontras dengan bakteri  S. aureus dan Bacillus subtilis, di mana netralisasi MGO menghasilkan aktivitas antibakteri yang berkurang. Hasil ini mengkonfirmasi keberadaan senyawa lain dengan efektivitas  penghambatan, setidaknya terhadap bakteri P. aeruginosa. Karena  ada banyak senyawa penyusun dalam madu manuka, maka pasti akan ada interaksi yang kompleks antara berbagai senyawa. Adalah masuk akal bahwa beberapa interaksi dapat mengarah pada tindakan aditif / sinergis yang tidak diamati dalam komponen individu. Oleh karena itu, peringkat UMF tampaknya menjadi metode yang lebih teliti dalam menghitung  sifat antibakteri, mencakup aktivitas semua senyawa antibakteri dalam madu manuka,  dan bukan hanya berasal dari MGO. Namun, teori ini memang memiliki keterbatasan: hanya aktivitas melawan organisme yang diuji yang benar-benar dapat dikonfirmasi, karena beberapa senyawa tampaknya memiliki aktivitas spesifik organisme. Oleh karena itu, pengujian organisme tunggal (terhadap S. Aureus misalnya ) dapat menyebabkan hasil yang kurang akurat. Lebih lanjut, karena madu manuka mengandung berbagai senyawa, difusi mereka melalui media agar dapat bervariasi, menghasilkan hasil yang menyesatkan. Jelas bahwa madu manuka memiliki khasiat antibakteri, tetapi bagaimana kita mengevaluasi kegiatan ini harus diselidiki lebih lanjut. Metode standar (seperti pengenceran kaldu mikro) terhadap panel organisme harus memastikan semua aspek khasiat penghambatan dirangkum dengan cara yang dapat direproduksi.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun madu manuka adalah satu-satunya madu yang saat ini diakui memiliki konsentrasi bioaktif MGO, penelitian telah menunjukkan bahwa
adalah mungkin untuk menambah madu non-manuka dengan menambahkan MGO atau prekursornya, dihydroxyacetone. Sebuah studi menunjukkan bahwa penambahan dihydroxyacetone ke madu clover menyebabkan terdeteksinya  MGO dalam madu tersebut.  Selain itu, penambahan madu dengan MGO dapat meningkatkan aktivitas bakterisida ke tingkat yang sebanding dengan madu manuka. Demikian pula, suplemen dengan peptida antimikroba seperti BP2 meningkatkan kecepatan inaktivasi bakteri oleh madu Revamil® ketika digunakan terhadap kultur in vitro dari enam spesies bakteri yang resisten terhadap antibiotik.

Resistensi bakteri terhadap madu manuka belum diamati dalam pengaturan klinis; namun kemunculan sel dengan penurunan kerentanan terhadap madu telah dilaporkan secara in vitro. Akan tetapi, konsentrasi madu manuka yang ditoleransi berada di bawah konsentrasi yang  dicapai dalam pengaturan klinis di mana madu manuka yang tidak dilarutkan digunakan.
Madu Manuka telah menunjukkan kemanjuran terhadap berbagai organisme
, termasuk juga yang membentuk biofilm fenotipe in vitro, dan telah terbukti menghambat spesies bakteri di mana strain individu memiliki kemampuan pembentukan biofilm yang sangat berbeda, dan telah terbukti menghambat bakteri di mana spesies biofilm hadir.  Sebuah penelitian menggunakan madu tipe manuka menunjukkan MGO membutuhkan komponen lain (tidak termasuk gula) untuk memiliki aksi antibiotik  plus anti biofilm.  Hasil ini memperkuat gagasan bahwa beberapa senyawa dalam madu manuka menghasilkan efek penghambatan, beberapa di antaranya mungkin meningkatkan efek lainnya. Bicara tentang MGO semata, senyawa ini saja   mampu menghambat biofilm S. aureus dan P. aeruginosa, sehingga suatu kesimpulan dapat diambil,  yaitu  adanya beberapa mekanisme dalam penghambatan fenotipe ini.

Kualitas antibakteri dari madu manuka  sangat menjanjikan, dan lebih lagi terapi kombinasi menggunakan madu manuka  sedang diteliti dengan seksama sebagai cara untuk menghidupkan kembali kekuatan antibiotik yang tidak lagi efektif.  Para peneliti telah menunjukkan bahwa terapi kombinasi in vitro menggunakan konsentrasi sub-penghambatan dari madu manuka mengurangi Minimum Inhibitory Concentration (MIC) antibiotik, sehingga secara efektif  membalikkan AMR. Hingga hari ini, penggunaan madu manuka dengan  berbagai  antibiotik konvensional  seperti colistin, imipenem, mupirocin, rifampicin, dan tetrasiklin telah menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam meningkatkan kekuatan antibakteri.  Tindakan aditif / sinergis ini juga telah diamati terhadap bakteri dengan asumsi fenotip biofilm.
Efek aditif terhadap biofilm P. aeruginosa yang diobati dengan  gentamicin dan madu manuka, serta sinergisme antara madu manuka dan vankomisin terhadap biofilm S. aureus juga telah dilaporkan dalam beberapa penelitian. Kombinasi ini membuka sebuah jalan baru untuk pengembangan antimikroba di masa depan. Lebih lanjut, dengan aktivitas penghambatan yang ditunjukkan terhadap biofilm, potensi madu manuka untuk digunakan secara klinis dalam tujuan menghambat infeksi akut dan kronis terbukti sangat menjanjikan.


Mekanisme Kerja Antibakteri Madu Manuka
Mekanisme aksi untuk aktivitas antibakteri madu manuka terutama telah dijelaskan terhadap dua patogen oportunistik yang menonjol: S. aureus dan P. aeruginosa. Yang menarik, aktivitas mekanistik ini tampak sangat berbeda satu sama lain. Aktivitas mekanistik pertama yang didokumentasikan untuk madu manuka diamati terhadap S. aureus, di mana perubahan struktural yang nyata diamati pada sel S. aureus yang diobati dengan konsentrasi penghambatan
minimum.
Kemudian
hal ini dikukuhkan dengan fakta bahwa madu manuka menyebabkan gangguan pada proses pembelahan sel reguler S. aureus. Dalam kondisi optimal, sel-sel bakteri menduplikasi dan memisahkan kromosom mereka, membentuk cincin protein (septum) melintasi midcell, menciptakan dua sel anak yang masih bergabung. Penyelesaian pembelahan sel terjadi ketika enzim peptidoglikan (murein) hidrolase mendegradasi dinding sel antara dua sel anak, yang memungkinkan pemisahan. Madu Manuka telah terbukti menghambat aktivitas (dan bukan ekspresi) murein hidrolase, menyebabkan penumpukan sel-sel yang tidak membelah septated. Menariknya, banyak jurnal ilmiah menyimpulkan tindakan antibakteri dari madu manuka terhadap S. aureus bersifat bakterisidal, namun mekanisme yang dijelaskan lebih mengarah pada aktivitas bakteriostatik. Secara potensial, sel bakteri mungkin hidup namun tidak dapat dikultur. Beberapa jurnal ilmiah menyimpulkan bahwa efek yang terlihat diakibatkan gula dalam madu, dimana disimpulkan bahwa MGO juga bukan agen utama penyebab dari efek penghambatan ini.
 
Mekanisme yang
kemudian diusulkan adalah dimana madu manuka menghambat MRSA (Methycillin Resistant Staphylococcus Aureus).  Madu Manuka diperkirakan mempengaruhi tahap terakhir pembelahan sel, setelah selesainya pembentukan septa. Berkurangnya produksi murein (peptidoglikan) hidrolase dan / atau penyerapannya ke dalam keadaan tidak aktif menyebabkan dua sel anak yang tersisa menempel karena ketidakmampuan septa untuk terdegradasi, yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel. Berbeda dengan mekanisme yang diamati pada S. aureus, penelitian lain  menjelaskan  mekanisme yang sama sekali berbeda terhadap P. aeruginosa. Sel-sel P. aeruginosa dapat mentoleransi konsentrasi madu manuka yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan S. aureus, dengan konsentrasi penghambatan yang menyebabkan hilangnya integritas seluler, yang menyebabkan lisis sel yang luas dan kematian sel. Bakteri P. aeruginosa memodulasi integritas strukturalnya melalui produksi protein jangkar kunci: protein membran luar F (OprF). Protein ini menyediakan hubungan vital antara membran luar dan lapisan peptidoglikan yang mendasarinya, memastikan homeostasis selubung amplop dan bentuk sel reguler. Pengurangan ekspresi OprF telah diamati pada populasi bakteri yang diberi perlakuan dengan madu manuka, serta pada waktu bersamaan terjadi peningkatan  lisis sel.

Tindakan mekanistik yang berbeda diamati terhadap P. aeruginosa (dibandingkan dengan S. aureus)
, yang menyoroti potensi untuk beberapa mode aksi, dan beberapa senyawa penghambat dalam madu manuka. Satu hal yang patut dicatat adalah bahwa proses pembelahan sel di antara bakteri menunjukkan bahwa madu manuka dapat mempengaruhi proses pembelahan sel P. aeruginosa. Efek ini tidak diamati dalam studi di atas; Namun, tingkat di mana lisis sel terjadi mungkin tidak memungkinkan untuk pengamatan tersebut. Pekerjaan penelitian yang dipublikasikan menyoroti perlunya potensi membran untuk organisasi spasial yang benar dari protein pembelahan sel dan fungsi pembelahan sel reguler. Hal ini menunjukkan hubungan yang belum teridentifikasi antara efek mekanistik yang diamati pada S. aureus dan P. aeruginosa.

Madu Manuka diasumsikan  menyebabkan destabilisasi sel amplop melalui pengaturan protein struktural utama (OprF), yang terlibat dalam menjaga bentuk sel dan stabilitas sel amplop. Hilangnya protein ini menghasilkan blebbing membran, yang menurunkan viabilitas seluler dan akhirnya menyebabkan lisis sel (hancur).
Dalam penelitian lain, paparan madu manuka telah terbukti memiliki efek lain terhadap berbagai organisme. Terhadap P. aeruginosa, madu manuka menekan regulator utama kelas I (FleQ dan FliA), menghambat
susunan pengatur yang diperlukan untuk produksi flagel dan mengarah ke pengurangan yang signifikan pada sel-sel yang ditandai. Pengamatan ini memiliki signifikansi klinis karena adhesi dan motilitas seluler diperlukan untuk virulensi invasif. Virulensi invasif bermasalah, karena memungkinkan penyebaran sel melalui aliran darah (bakteremia) ke organ internal, yang dapat terbukti fatal; oleh karena itu, potensi untuk mengurangi proses ini sangat berharga dan penting. Kemampuan P. aeruginosa untuk mengambil  zat besi dari inang juga dapat dihambat melalui pengobatan madu manuka, setelah pengamatan pengurangan produksi siderofor dalam sampel yang diobati.  Konsentrasi sub-penghambatan ditunjukkan untuk menghambat pengikatan seluler dengan fibronektin melalui hilangnya dua  protein permukaan streptokokus, SoF dan SfbI.  Pada infeksi luka, fibronektin konsentrasi tinggi ditemukan, oleh karena itu, ketidakmampuan Streptococcus pyogenes untuk mengikat inang dapat berdampak pada patogenisitasnya.

Selain studi  S. aureus, P. aeruginosa, dan S. pyogenes, sebuah studi tentang aksi global madu manuka pada Escherichia coli menunjukkan bahwa setelah paparan madu manuka,
ssebesar 2% gen diatur keatas, sementara sebanyak 1%  gen diatur ke bawah sebanyak dua kali lipat atau lebih. Pengaturan ke atas tampaknya terjadi di seluruh gen yang terlibat dalam respons stres; gen-gen yang diatur ke bawah dianggap menyandikan produk yang terlibat dalam sintesis protein. Sebaliknya, pengaturan universal  protein A dalam sel S. aureus yang diobati dengan madu dapat diamati. Pengaturan turun-temurun gen virulensi kritis (enterotoksin, protein pengikat fibronektin, hemolisin, dan lipase), dengan pengurangan bersamaan dalam regulator global dan gen penginderaan kuorum. Efek mekanistik ini, baik yang mematikan maupun yang tidak mematikan, adalah bukti keberhasilan penghambatan madu manuka dan dengan demikian mengkonfirmasi efek spektrumnya yang luas.

Aplikasi Madu Manuka Sebagai Agen Antibakteri
Mengingat sifat luar biasa dari madu manuka, tidak mengherankan bahwa sekarang ada beberapa produk medis berlisensi
menggunakan madu manuka. Perlu dicatat bahwa selain senyawa antimikroba, madu juga mengandung senyawa yang memungkinkannya memodulasi aktivitas kekebalan tubuh,  dan mempromosikan penyembuhan luka dengan cepat. Namun, meskipun klaim telah dibuat, penggunaannya terutama telah dibatasi untuk digunakan sebagai agen antibakteri dalam pengobatan luka bakar dan luka yang terinfeksi.


Kesimpulan
Antimikroba Resistensi (AMR)  adalah salah satu tantangan medis terbesar yang dihadapi dunia; diperkirakan  bahwa pada tahun 2050, AMR akan bertanggung jawab atas sepuluh juta kematian tambahan setiap tahun di seluruh dunia. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan agen antimikroba dengan aktivitas spektrum  yang luas. Ada potensi untuk menggunakan madu untuk menargetkan terjadinya virulensi, sehingga mengurangi kemungkinan resistensi terjadi dan menjadikannya kandidat yang menarik untuk diselidiki lebih lanjut.
Kemampuan
madu manuka untuk bertindak secara sinergis dengan antibiotik juga membuka kemungkinan baru untuk penggunaannya sebagai agen topikal dan mungkin sebagai bagian dari  kombinasi obat-obatan untuk berbagai aplikasi pengobatan.

Sumber : 
Aled Edward Lloyd Roberts,* Helen Louise Brown,* Rowena Eleri Jenkins

Department of Biomedical Sciences, Cardiff Metropolitan University, Cardiff, Wales, UK
Published 29 October 2015 Volume 2015:6 Pages 215—224 





SARAN UNTUK KONSUMEN

Pastikan anda hanya membeli madu manuka UMF®   berlisensi  dikarenakan setiap madu manuka yang tergabung dalam UMFHA dan telah memiliki lisensi UMF® telah diaudit mutu, keaslian dan kebenaran klaim labelnya oleh laboratorium independent pada saat produksi dan post market.
Setiap madu manuka 
UMF® yang dihasilkan harus melalului beberapa tes ulang mutu diantaranya adalah :
1. Metilglioksal sebagai antibakteri utama pada madu manuka, untuk mengetehui asal senyawa dan total jumlahnya
2. Dehidroxyacetone (DHA) sebagai prekursor metilglioksal alami pada madu manuka
3. Hidroxymetilfurfural (HMF) sebagai parameter kerusakan atau pemansan pada madu
4. Leptosperin Sebagai parameter Keaslian Madu Manuka
Madu Manuka Streamland merupakan salah satu  madu manuka UMF® berlisensi yang merupakan anggota UMFHA dengan nomor lisensi 2010. Madu Manuka Streamland  telah melalui program pengawasan mutu yang ketat pada saat produksi dengan nomor RMP (Risk Management Program)  SLP8. Produk Madu Manuka Streamland juga telah terdaftar di BPOM RI untuk memenuhi regulasi madu asli Indonesia sesuai SNI.

Konsumsi Hanya Madu Manuka UMF Streamland Dengan Label Resmi Indonesia Untuk Jaminan Keaslian, Keamanan, Mutu Optimal, dan Legalitas Produk!

Mengapa Madu Manuka UMF Streamland Pilihan Terbaik?

  • Bersertifikat UMF, mutu dan kandungan 3 senyawa bioaktifnya (metilglioksal, leptosperin, DHA)  diaudit Lab Independent  dibawah asosiasi UMFHA 👉Standar Jaminan Mutu dan Keaslian Madu Manuka Paling Tinggi  Untuk Khasiat Optimal Produk
  • Bersertifikat Halal FIANZ
  • Sertifikat BPOM RI👉Keamanan Produk Pangan Jadi
  • Dilengkapi Sertifikat NKV Kementrian  Pertanian RI 👉Jaminan Legalitas Produk, Bebas Kontaminasi, dan Menunjukkan Best Practice Penanganan dan Penyimpanan Produk
  • GE Free Yang Berarti Rekayasa Genetika
  • Menjadi Pilihan Utama Konsumen Untuk Madu Manuka Berkat Manfaat Nyata Produk Bagi Konsumen   
 

Untuk Informasi Dan Inquiry Produk, Jangan Ragu Untuk Menghubungi Kami Setiap Saat.

 




Keyword : madu manuka jakarta, madu manuka hipoglikemia, madu manuka untuk kesuburan, manfaat madu manuka untuk kesuburan, khasiat madu manuka untuk kesuburan, madu manuka kesuburan, madu manuka indonesia, madu manuka jabotabek, madu untuk kesuburan, madu kesuburan, jual madu manuka, beli madu manuka,  madu new zealand, madu selandia baru, madumanuka, madumanukakesuburan, madumanukaindonesia, madumanukajabotabek, maduuntuk kesuburan, madukesuburan, jualmadumanuka, belimadu manuka, madunewzealand, maduselandiabaru, madu terbaik, madu berkualitas, antibakteri madu manuka Staphylococus aureus, P aureuginosa
Madumanuka, madu manuka, madu manuka Indonesia, madumanuka Indonesia, madumanukaindonesia,madu manuka di Indonesia, madu manuka Jakarta, madu manuka kesuburan, madumanukakesuburan, madu kesuburan, madu kesehatan, madu new Zealand, madu selandia baru, madu untuk kesuburan, madu untuk hamil, madu hamil, madu terbaik, madu radang tenggorokan, madu helicobacter pylori, madu manuka jabodetabek, manuka honey Indonesia, distributor madu manuka, distributor manuka honey Indonesia, distributor manuka honey Jakarta, madu infeksi, madu alami, madu organik, madu manuka  beli dimana, madu manuka jual, jual madu manuka, madu manuka jual dimana, harga madu manuka, harga manuka honey, jual madu manuka asli, jual madu manuka murah, jual madu manuka dimana, jual madu manuka jabotabek, jual madu manuka murni, madu murni, madu manuka murni,madu untuk infeksi, madu manuka untuk paru-paru cystic fibrosis, radang usus, IBD




No comments

Theme images by konradlew. Powered by Blogger.