Header Ads

Header ADS

Madu Manuka Dalam Pengobatan Kanker




Kanker adalah salah satu penyebab kematian paling umum dan merupakan problem kesehatan serius yang dihadapai masyarakat secara global. Terlepas dari banyaknya  penelitian yang dilakukan terkait kanker, penyakit ini kedepannya tetap menjadi tantangan besar untuk bisa dicegah dan diobati. Metode konvensional untuk mengobati kanker memiliki efek samping yang cukup serius sehingga perlu adanya terapi penyembuhan kanker baru yang “unik, alami,  dan lebih bersifat tidak toksik.  Diperkirakan Sekitar 90% s/d 95% dari kasus kanker dianggap terkait dengan faktor lingkungan dan gaya hidup seseorang sehingga perlu diamati peran potensial dari diet terhadap sifat karsinogenik. Well,  baru-baru ini telah muncul peningkatan minat dalam mencari bahan pangan atau obat alami yang bersifat  kemopreventif dan kemoterapi yang berasal dari makanan atau produk alami. Tentu saja, keamanan dari senyawa asal bahan pangan tersebut mesti menjadi alternatif yang potensial dan menarik dibandingkan dengan terapi kanker konvensional. Madu  telah banyak dikonsumsi masyarakat di seluruh penjuru dunia. Madu diproduksi oleh lebah, dan mengandung lebih dari 200 senyawa, terutama terdiri dari gula (75% monosakarida : glukosa dan fruktosa; 10% -15% disakarida: sukrosa, maltosa, dll.), air, enzim, vitamin (Vitamin B6, riboflavin, niasin, tiamin, dll), mineral, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolik), senyawa volatil, dan pigmen. Madu telah digunakan selama berabad-abad sebagai sumber makanan dan obat-obatan alami, dan bahkan penelitian terbaru saat ini menunjukkan bahwa madu mungkin dapat menjadi alternatif  yang bermanfaat untuk terapi kanker.  

Sejumlah studi menunjukkan bahwa spesies oksigen reaktif (ROS),  dan juga inflamasi (peradangan)  berperan  penting dalam proses karsinogenesis (pemicuan kanker). Di sisi lain, sifat antioksidan dan antiinflamasi madu telah berhasil diteliti dengan baik, dan karakter-karakter penting tersebut terkait dengan konstituen fenoliknya, meliputi asam fenolik seperti asam kafeat , asam ellagik, asam gallik, asam syringik, asam klorogenat, asam p- coumaric, asam ferulat, flavonoid chrysin, kaempferol, katekin, quercetin, galangin, luteolin, pinocembrin, pinobankskin, dan myricetin. Asam kafeat, asam benzoat, dan asam galat adalah asam fenolik yang paling umum, dan flavonoid seperti quercetin, catechin, kaempferol, luteolin, dan apigenin terdapat dan tersebar di antara banyak jenis madu. Uniknya, kandungan tertinggi senyawa-senyawa fitokimia tersebut ditemukan di dalam madu manuka.   Ada beberapa ulasan yang dilakukan yang telah meneliti khasiat antikanker madu. Diantaranya adalah yang diterbitkan dalam dua tahun terakhir, salah satunya ulasan oleh Jagnathan et al tahun 2015, yang  memfokuskan penelitiannya pada potensi antiproliferatif dan apoptosis madu. Ulasan kedua dari laboratorium yang sama membahas secara mendalam potensi antikanker madu dan konstituennya  melawan kanker usus besar. Ulasan lain oleh Erejuwa et al tahun 2014 benar-benar membuka potensi antikanker madu terhadap beberapa jenis kanker dan juga menjelaskan beberapa mekanisme aksi yang mungkin.

2. Madu dan Kanker
Perkembangan kanker adalah proses kompleks yang dimulai dengan perubahan materi genetik dari sel-sel sehat yang  jika tidak diperbaiki, dapat mengakibatkan proliferasi (pertumbuhan) abnormal, kegagalan apoptosis (bunuh diri sel), dan perkembangan tumor. Berbagai mekanisme bekerja bersama-sama untuk menghasilkan kanker, termasuk aktivasi onkogen, inaktivasi gen penekan tumor, deregulasi pensinyalan jalur sel, faktor pertumbuhan (growth factor) dan hormon, serta  proses kompleks yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Persamaan faktor yang menyebabkan terjadinya kanker telah disorot oleh Hanahan dan Weinberg, yang menguraikan perkembangan sel normal menjadi bersifat neoplastik. Hal ini termasuk replikasi  dan pensinyalan proliferatif yang berkelanjutan, penolakan terhadap kematian sel/ apoptosis, induksi angiogenesis, penghindaran terhadap gen penekan pertumbuhan, dan pengaktifan invasi dan metastasis. Heterogenitas dalam genotipe seluler dan fenotipe serta berbagai mekanisme yang mendasari  patologi kanker menyebabkan penyakit ini menjadi sulit diobati. Problemnya, menargetkan salah satu mekanisme tertentu, seperti yang terlihat dalam banyak terapi konvensional seringkali tidak mencapai hasil yang diinginkan.

2.1 Sifat Anti Proliferatif Kanker Pada Madu  
Proliferasi menyimpang adalah mekanisme yang menentukan sel tumor dan merupakan target utama dilakukannya kemoterapi konvensional dan terapi kemopreventif yang baru. Deregulasi siklus sel merupakan penyebab tidak terkendalinya proliferasi sel yang mengarah ke pembentukan tumor.  Pertumbuhan berhenti pada fase G0 / G1 dan G2 / M atau apoptosis dapat dimulai dengan perubahan DNA. Banyak obat kemoterapi yang ditargetkan untuk menghambat sel siklus dalam fase S dan M. Secara khusus, Madu Manuka (UMF 10+) terbukti menghambat proliferasi sel pada konsentrasi  0,6% ( b / v ) dalam beberapa lini sel (kanker payudara manusia MCF-7, murine melanoma B16.F1, dan usus besar tikus carcinoma CT26), yang tergantung  dosis dan waktu. Dalam penelitian ini, diketahui adanya penghambatan proliteratif sebanyak 40% setelah 24 jam,  60% setelah 72 jam inkubasi sel MCF-7, dengan konsentrasi akhir 5% madu. Hasil serupa juga ditampilkan untuk garis sel lain, dengan viabilitas B16.F1 berkurang hingga 43% dari kontrol setelah 24 jam, dan 17% setelah 72 jam setelah perawatan dengan madu manuka 2,5%. Pengobatan menggunakan madu mengurangi viabilitas sel CT26 hingga 30% (24 jam) dan 7% (72 jam) dengan kontrol. Penelitian ini juga menunjukkan efek antiproliferatif dari madu manuka dikaitkan dengan aktivasi enzim caspase -9, yang  tergantung jalur apoptosis. Faktor  lain yang mungkin mempengaruhi hasil ketika madu diuji menggunakan studi  in vitro  adalah efek gula pada proliferasi sel. Glukosa adalah nutrisi yang disukai sel kanker dan gula dalam madu diduga memiliki sifat mutagenik dan, di lain waktu bersifat antimutagenik.  Wang et al, tahun 2002  menggunakan uji mutagenisitas Ames untuk menguji sifat mutagenik dan antimutagenik dari tujuh madu yang berbeda, serta komponen gula masing-masing. Hasilnya menunjukkan efek antimutagenik gula monosakarida, serta madu, dibandingkan bahan makanan lain. Ada banyak penelitian yang meneliti efek antiproliferatif madu dalam kultur sel, jenis madu yang digunakan sering berbeda dan banyak penelitian tidak membandingkan efek gula versus efek terlihat untuk madu. Realitanya, efek setiap jenis madu dapat bervariasi terhadap efeknya garis sel kanker. Data awal menunjukkan efek dari madu pada viabilitas payudara, prostat, usus besar, dan beberapa garis sel tumor otak  menggambarkan bahwa hanya dalam beberapa garis sel efek madu menggantikan efek gula. Perbedaan ini mungkin akan   berhubungan dengan kandungan senyawa fenolik dari madu dan / atau metabolisme gula, serta jumlah glukosa transporter yang berkaitan dengan  sel-sel kanker.

Dalam suatu penelitian, efek terhadap kanker diujikan antara konsentrasi 10% madu ( madu manuka UMF 15+ dan madu liar murni yang belum diolah) dibandingkan dengan larutan yang mengandung 3% glukosa dan 4% fruktosa (komposisi yang sama dengan madu). Menggunakan empat baris sel otak yang diteliti: astrosit normal (CC2565), dan glioblastoma grade IV (UP029), glioblastoma multiforme (SEBTA003, SEBTA025), serta satu garis sel kanker payudara (MDA-MB231), satu garis sel kanker prostat (PC3), dan satu garis sel kanker usus besar (Caco-2). Perbandingan perlakuan menggunakan madu  dan dengan perlakuan menggunakan  campuran gula menunjukkan perbedaan yang signifikan ( p <0,05) pada beberapa kanker.  Efek antiproliferatif  yang lebih tinggi ditunjukkan oleh madu dengan kandungan fenolik yang tinggi seperti madu manuka. 

Banyak senyawa penyusun madu diujikan untuk dapat mengetahui efek antiproliferasinya. Dan chrysin merupakan senyawa fenolik terbaik yang berhasil diujikan, serta aspek toksisitasnya terhadap sel kanker juga berhasil dipelajari.  Yang menarik adalah, efek toksik madu hanya berlaku pada sel-sel kanker, sedangkan tidak ada pengaruh terhadap sel- sel normal.  Sitotoksisitas dari chrysin telah dilaporkan terhadap beberapa sel kanker lainnya, termasuk kanker payudara, kanker prostat , serviks, hati, glioblastoma , paru-paru, hati, dan pankreas.  Efek  antiproliferatif  quercetin  juga telah dilaporkan pada  kasus leukemia, kanker payudara, adenokarsinoma usus besar Caco-2 manusia,  kanker prostat, kanker mulut SCC25 , kanker endometrium ishikawa, dan  sel kanker mesothelioma ganas. Dalam sel HL-60, konsentrasi 10 M diamati dapat menghambat pertumbuhan sel kanker sebesar 17% setelah inkubasi 24 jam,  dan sebesar 53% setelah inkubasi 96 jam. Dalam kasus sel- sel kanker prostat, tidak ada efek signifikan yang diamati pada  konsentrasi 10 M,  24 jam masa inkubasi. Namun,  pada konsentrasi yang lebih tinggi (50M), penghambatan yang signifikan dari PC3 dan DU145 terhadap pertumbuhan sel berhasil diamati, tetapi tidak ada efek yang diamati pada LNCaP atau di BG-9 fibroblast kulit normal.

Beberapa penelitian menunjukkan efek ganda dari quercetin. Efek antiproliferatif sinergis antara quercetin dan cisplatin juga telah ditemukan. Konstituen madu lainnya, yaitu asam kafeat,  kaempferol, apigenin, dan luteolin dll., juga telah diujikan untuk sifat antikanker mereka. Sangat menarik untuk dicatat bahwa ketika diuji secara individual, semua senyawa fenolik menghambat proliferasi sel kanker pada konsentrasi 10 sampai 100 kali lipat dibandingkan konsentrasinya  dalam madu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam madu, meskipun memiliki konsentrasi rendah, sinergisme antara senyawa-senyawa fitokimia ini melipatgandakan efek antiproliferatifnya. Kemungkinan yang lain adalah ada kemungkinan terdapat senyawa sitotoksik lainnya dalam madu yang belum diteliti.


2.2 Pengaturan Pensinyalan Faktor Pertumbuhan (Growth Factor) Oleh Madu
Faktor pertumbuhan (growth factor) melalui interaksi dengan reseptornya, mentransfer sinyal dari luar ke dalam  sel-sel, yang menyebabkan aktivasi dari berbagai gen. Sel-sel kanker mensintesis faktor pertumbuhan mereka sendiri, dengan demikian menghindari respon faktor pertumbuhan normal, dan kemudian menjadi mandiri. Reseptor Faktor Pertumbuhan Epidermis (EGFR) adalah reseptor permukaan sel kunci yang sering diatur atau diekspresikan secara berlebihan pada kanker. Pengikatan ligan (faktor pertumbuhan epidermis (EGF), pengubahan  faktor pertumbuhan-alpha (TGF) menjadi reseptor mereka,  inisiasi  beberapa kaskade transduksi sinyal, khususnya protein yang diaktifkan mitogen jalur kinase (MAPK), protein kinase B ( Akt ), dan c-Jun N-terminal kinase (JNK) merupakan proses-proses yang bekerja sama  menyebabkan  sintesis DNA dan proliferasi sel.
Dalam fibroblas kulit,  madu manuka pada konsentrasi 0,1% menunjukkan efek perlindungan pada 2,2 0 -azobis (2-amidinopropane) dihidroklorida (AAPH) yang diinduksi sel stres, dengan mengaktifkan fosforilasi protein kinase (AMPK), serta jalur pensinyalan anti-inflamasi NrF2 / ARE. Perlakuan menggunakan  madu juga meningkatkan pertahanan antioksidan  dan menurunkan tanda-tanda stres oksidatif. Para peneliti menduga hal  ini sebagai  mekanisme madu dalam penyembuhan luka. Studi di masa depan juga harus memeriksa efek madu pada fibroblas di lingkungan mikro tumor. Meskipun terdapat adanya keterbatasan data tentang pengaruh seluruh madu pada faktor pertumbuhan dan sinyal faktor pertumbuhan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa senyawa fenolik dapat menekan faktor pertumbuhan tertentu pada penelitin secara in vitro. Perlakuan menggunakan Quercetin (100M) secara signifikan menurunkan gen EGF dan ekspresi protein pada sebuah sel kanker endometrium( Ishiwaka ).

2.3 Sifat Apoptosis Madu
Bunuh diri sel (kematian sel terprogram), atau yang dikenal sebagai apoptosis sangat penting dalam patogenesis kanker, karena kegagalan untuk terjadinya apoptosis ini mengakibatkan peningkatan sel kanker yang tidak terkendali. Penghindaran kematian sel terprogram melibatkan  mekanisme yang kompleks dengan banyak molekul dan proses, terutama yang dimediasi oleh enzim proteolitik yang  disebut caspase, dengan mekanisme pembelahan  protein spesifik dalam sitoplasma dan nukleus, sehingga kematian sel. Mitokondria juga memainkan peran penting dalam pengaturan jalur apoptosis tertentu. Banyak senyawa bioaktif, termasuk polifenol dan vitamin yang ditemukan dalam madu terbukti mempengaruhi fungsi mitokondria. Menargetkan proses-proses ini sangat penting untuk menghambat pertumbuhan tumor. Madu Manuka terbukti menginduksi  apoptosis pada murine melanoma (B16.F1), sel karsinoma kolorektal (CT26), kanker payudara (MCF-7) secara in vitro, dan menghambat pertumbuhan tumor dengan meningkatkan apoptosis pada model melanoma tikus. Hasil ini dicapai dengan menginkubasi selama 12, 24, dan 48 jam dengan kisaran madu manuka (UMF 10+) mulai dari 0,3% -5%.

Hasil penelitian ini  menunjukkan bahwa madu manuka mempromosikan apoptosis yang dipengaruhi  waktu dan dosis, tergantung caranya melalui jalur apoptosis intrinsik, yang melibatkan aktivasi oleh beberapa aktivator,  oleh inisiator caspase-9. Selain itu, apoptosis juga dikaitkan dengan aktivasi PARP, induksi Fragmentasi DNA, serta penurunan ekspresi Bcl-2. Selain itu, sifat apoptosis dari banyak flavonoid yang ditemukan dalam madu telah diteliti dalam berbagai garis sel kanker. Chrysin, salah satu jenis flavonoid yang umum dari madu manuka terbukti menginduksi apoptosis pada heptatocelluar (HepG2), usus besar (HCT116, DLD1), dan garis sel kanker dubur (SW387)  dalam kisaran konsentrasi 40-100 M. Pada kanker prostat (PC3), kanker payudara (MDA-MB231), dan garis sel kanker paru-paru, konsentrasi sebanyak 10% madu manuka terbukti  efektif dalam memicu apoptosis. Pada sel leukemia U937, chrysin terbukti menginduksi apoptosis melalui aktivasi caspase aktivasi dan inaktivasi Akt. Secara keseluruhan, mekanisme untuk aktivitas apoptosis chrysin meliputi :

(i) Peningkatan ekspresi protein proapoptotik p53, Bax , Bad, Bak , dan DR5;
(ii) Pengurangan kadar protein antiapoptotik (Bcl-2), mengatur jalur pensinyalan p53 / Bcl-2 / 
     caspase-9
 (iii) peningkatan ekspresi TNF - α dan TNF -β, menghambat aktivasi NF –κB, yang dimediasi TNF 
       -α
 (iv) Mempromosikan kematian sel yang diinduksi oleh apoptosis terkait-APF terkait TNF, 
       mempromosikan aktivasi AMPK
(v) Menurunkan regulasi S-phase kinase-related protein-2 (Skp2) dan ekspresi reseptor lipoprotein 
     densitas rendah (LDL) terkait protein 6 (LRP6); dan
(vi) Aktivasi caspase dan inaktivasi Akt.

Kesimpulannya, berbagai bukti sampai saat ini menunjukkan efek yang menjanjikan dari madu dan konstituennya dalam jalur apoptosis, terutama dengan mempromosikan ekspresi protein proapoptotik dan menghambat ekspresi antiapoptotic protein Bcl-2, serta dengan memodulasi caspase aktivasi, ekspresi p53, dan fragmentasi DNA. Beberapa penelitian menemukan bahwa mengkombinasikan madu dengan  produk alami lain meningkatkan efek apoptosis terhadap sel kanker.

2.4. Sifat Anti Inflamasi dan Imunomodulator Madu
Peradangan atau yang diistilahkan sebagai Inflamasi adalah respons biologis terhadap cedera yang mendorong penyembuhan luka dan berperan dalam banyak proses patologis. Sitokin yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi dapat memicu angiogenesis atau proliferasi stroma, sedangkan kerusakan disebabkan oleh spesies oksigen reaktif (ROS) di sekitar  jaringan dapat menyebabkan mutasi permulaan terjadinya tumor. Oleh karena itu, proses ini terkait dengan semua tahapan karsinogenesis, mulai  dari inisiasi,  perkembangan, ke invasi dan terakhir adalah metastasis. Hubungan antara peradangan dan kanker lebih lanjut didukung oleh studi epidemiologis yang melaporkan peluang yang lebih rendah terjadinya kanker kolorektal, prostat, dan ovarium  pada orang yang memakai obat-obatan non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID). Selain itu, kanker yang sering muncul di dekat lokasi yang terkena penyakit radang kronis, menunjukkan peran senyawa atau agen anti-inflamasi dalam terapi kanker. MAPK dan NFκB merupakan komponen penting dari respon inflamasi yang sering berjalan dengan tidak teratur pada kanker. Pensinyalan NF-jalur B telah diidentifikasi sebagai faktor utama yang mengatur  angiogenesis dan invasivitas tumor, serta kemampuan sel-sel kanker ganas untuk melawan apoptosis. Aktivasi konstitutif NF- κB ditunjukkan dalam berbagai jenis tumor, termasuk kanker paru-paru, limfoma, dan kanker payudara. Penelitian kecil pada manusia telah menunjukkan bahwa pengobatan menggunakan madu alami mengurangi kadar plasma protein radang utama CRP (C-reactive protein). Kadar CRP terbukti berkurang 7% setelah 15 hari konsumsi 250 mL air yang mengandung 75 g madu alami. Studi serupa juga menunjukkan   kadar prostaglandin E 2 (PGE 2 ) plasma juga berkurang setelah konsumsi madu. Prostaglandin diproduksi melalui aksi enzim dan mediator siklooksigenase (COX) melalui berbagai aspek respon inflamasi, termasuk demam, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan edema. Penelitian menggunakan model tikus ( tikus Sprague dawley ) menunjukkan  bahwa pengobatan menggunakan madu 800 mg / kg menyebabkan penurunan kadar PGE 2, serta penurunan yang nyata dalam aktivitas inflamasi, yang ditandai dengan berkurangnya pembengkakan dan edema. Senyawa fenolik utama dalam madu adalah asam galat, asam ellagik, asam kafeat, luteolin, chrysin, dan quercetin. Penelitian lebih lanjut menunjukkan pentingnya senyawa ini dalam memediasi efek anti-inflamasi dari madu.
        
   
Sitokin pro-inflamasi interleukin-8 (IL-8) telah ditemukan memiliki sifat tumorigenik dan proangiogenik. Karakter-karakter ini adalah ciri khas dari banyak penyakit radang kronis dan juga  diekspresikan dalam banyak kanker pada manusia. Berbagai jenis madu alami terbukti menghambat sekresi IL-8 in vitro, ketika diteliti menggunakan sel-sel karsinoma manusia. Studi lain juga telah menunjukkan bahwa efek anti- tumor madu berhubungan dengan  produksi ROS setelah imunomodulasi. Pada tikus, lebah madu terbukti merangsang sistem kekebalan tubuh secara aktif, secara spesifik terjadi peningkatan aktivitas fagositosis makrofag dan aktivasi T-Cell pada kelompok yang diberi madu. Penelitian menggunakan manusia sebagai objek percobaan  juga menunjukkan efek imunomodulator dari konsumsi madu. Objek penelitian (tujuh laki-laki dan tiga perempuan, usia rata-rata, 31,2 tahun; kisaran, 20-45 tahun) menerima diet teratur yang dikontrol ketat selama  dua minggu, diikuti dengan periode uji dua minggu masa konsumsi  madu. Sampel darah puasa semalam diambil pada akhir periode tes. Penilitian ini menunjukkan konsumsi madu 1,2 g / kg berat badan yang dilarutkan dalam 250 mL air menghasilkan peningkatan 50% dalam jumlah monosit darah tepi dan sedikit peningkatan persentase limfosit dan eosinophil. Dengan cara yang sama, beberapa jenis madu seperti madu manuka dan jelly bush  terbukti menginduksi efek anti tumor melalui modulasi imun dalam garis sel monositik Mono Mac6 (MM6). Pengobatan menggunakan madu menyebabkan peningkatan induksi IL-1, IL-6, dan TNF bila digunakan pada konsentrasi 1% ( b / v ) dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan dan analog gula.

2.5 Potensi Anti Angiogenik Madu
Angiogenesis adalah proses pertumbuhan pembuluh darah baru, yang memfasilitasi pembentukan jaringan dengan mekanisme memberikan nutrisi dan oksigen ke jaringan. Proses ini juga penting dalam penyembuhan luka, dan ternyata mekanismenya berlaku juga seperti dalam perkembangan tumor ganas. Sel-sel kanker memicu angiogenesis melalui  faktor-faktor penyetusnya, seperti bFGF, TNF, dan VEGF. Madu dikenal baik dalam mempromosikan angiogenesis pada sel normal, dengan respons yang bervariasi pada konsentrasi yang berbeda. Mekanisme ini sangat bermanfaat dalam hal penyembuhan luka.
Dalam penelitian lain menggunakan model tikus, diketahui bahwa madu terbukti menghambat agen angiogenik PGE 2 dan VEGF. Degradasi matriks ekstraseluler (ECM) oleh protease memfasilitasi angiogenesis dan metastasis, dan protease inhibitor terbukti  menghambat proses karsinogenesis. Madu terbukti mampu menghambat protease ekstraseluler dan aktivitas gelatinase dalam sel kanker HepG2, tetapi efeknya bervariasi antara beberapa jenis madu yang digunakan . Penelitian lebih lanjut menggunakan model kultur sel endotel dan kanker,  atau penelitian menggunakan hewan secara in vivo telah  mengidentifikasi konsentrasi yang paling efektif, serta jenis madu dengan potensi anti- angiogenik yang tinggi. Angiogenesis dalam penyembuhan luka dan kanker memiliki beberapa kesamaan yang luar biasa, hanya perbedaan utamanya adalah bahwa dalam penyembuhan luka prosesnya sembuh sendiri, sementara hal ini tidak terjadi pada sel kanker. Karena itu, akan sangat menarik untuk membandingkan efek madu pada gen yang diekspresikan pada tahap akhir perbaikan luka pada sel sehat dengan sel tumor dimana proses berlanjut dan sel-sel terus tumbuh dan bermetastasis.

2.6 Sifat Anti Infasif dari Madu
Metastasis adalah salh satu sifat atau fitur kanker yang paling destruktif, menghancurkan tubuh, yang terdiri dari mekanisme yang kompleks yang melibatkan berbagai molekul, seperti matrix metalloproteinase (MMPs), integrin, cadherin, aktivator plasminogen, PI3Ks, GTPase kecil mirip Ras (Rho, Rac , Cdc42), phospholipase C (PLCs), serta kinase adhesi fokal. Menariknya, ada beberapa bukti tentang manfaat  madu dalam menekan sifat invasif sel kanker. Dalam sebuah penelitian in-vivo, madu terbukti memiliki  efek anti-metastasis yang signifikan  saat digunakan sebelum inokulasi tumor. Sejumlah penelitian telah meneliti efek madu pada efek ekspresi MMP (matrix metalloproteinase), atau aktivitas pada kanker. Dalam satu penelitian, madu terbukti mengurangi aktivitas MMP-2 dan MMP-9 dalam sel glioblastoma U87MG. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa  penghambatan terkuat terhadap ekspresi MMP-2 dan MMP-9 terjadi pada sel yang diobati dengan madu dengan kandungan fenolik tertinggi, seperti madu manuka. Secara keseluruhan, berbagai senyawa pembentuk  madu terbukti efektif  menurunkan ekspresi MMP-2 dan MMP-9 dalam jalur sel kanker, dan terdapat  bukti-bukti adanya  efek madu terhadap metastasis  kanker.

3. Madu Untuk Kemopreventif dan Sebagai Tambahan Pengobatan Antikanker
Efek samping negatif dari perawatan kemoterapi dapat sangat berdampak pada kualitas hidup  pasien. Oleh karena itu, terapi yang dapat mencegah perkembangan kanker menjadi bersifat ganas, menyebabkan pengurangan dosis obat konvensional, atau pengurangan keparahan akibat efek samping pengobatan kanker dapat memberikan manfaat yang cukup besar. Dalam satu percobaan karsinogenesis, madu tualang dan madu manuka diberikan kepada tikus percobaan dengan dosis 1 g / kg berat badan, seminggu sebelum induksi karsinogenesis payudara dengan N -methyl- N – nitrosourea. Hasil penelitian tersebut menunjukkan madu yang diujikan secara signifikan menghambat perkembangan tumor, dimana dalam percobaan ini, madu manuka terbukti  lebih efektif dibandingkan madu tualang. Efek antimetastatik yang signifikan dari madu diamati ketika sebanyak dosis 2 g / kg madu diberikan setiap hari selama 10 hari sebelum inokulasi sel tumor .

Obat-obat kemoterapi tanpa pandang bulu menargetkan sel-sel sehat dan kanker dan karenanya, bersifat toksik pada sistem biologis. Dalam suatu percobaan menggunakan  madu manuka, diperoleh hasil dimana konsumsi madu manuka terbukti dapat mengurangi toksisitas obat antikanker Paclitaxel pada tikus. Dalam penelitian ini C57BL / 6 tikus diberikan injeksi intravena suspensi manuka 50%, dan 10 mg / kg paclitaxel, atau kombinasi dari kedua perawatan sebanyak dua minggu sekali. Saline (100 mL) digunakan sebagai kontrol. Pada hari ke 20 dan 24 setelah perawatan, sel-sel apoptosis yang hadir di dalam tumor diidentifikasi menggunakan tes caspase-3 imunohistokimia. Jumlah sel caspase-3-positf  tertinggi adalah pada tumor dari tikus yang diobati dengan kombinasi manuka dengan paclitaxel. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian madu manuka bersama dengan  obat kemoterapi standar dapat mengurangi efek samping sitotoksiknya. Dalam penelitian lain, campuran produk lebah madu (madu, royal jelly, serbuk sari) pada konsentrasi setara dengan asupan harian yang direkomendasikan pada manusia (dosis 20 mg / kg berat badan), terbukti menurunkan  efek genotoksik obat antikanker siklofosfamid pada tikus. Cisplatin, obat kemoterapi umum lainnya, dikenal karena efek samping nefrotoksiknya (merusak ginjal). Pada tikus, pemberian madu mentah secara oral sebanyak 500 mg / kg per hari selama satu minggu sebelum dan tiga hari setelah pemberian cisplatin terbukti  mengurangi nefrotoksisitas obat,  dimana mekanismenya dijelaskan melalui penekanan aktivasi NFkB oleh madu. Madu diduga juga memiliki manfaat potensial pada mukositis (inflamasi dan ulserasi lapisan mukosa oral ) dan radiasi  kulit yang disebabkan  radioterapi pada pasien kemoterapi. Demam neutropenia yang merupakan salah satu efek samping  kemoterapi terbukti berkurang pada pasien leukemia dengan dosis 5 g / hari menggunakan madu mentah yang belum diolah sebanyak 2,5 g / kg, selama lima hari,  dua kali seminggu selama 12 minggu.

Madu Manuka Dalam Pengobatan Kanker
Madu manuka merupakan madu alami yang memiliki sifat anti inflamasi dan antibakteri yang tinggi. Sifat antiinflamasi madu manuka berbanding lurus dengan angka UMFnya, yang berarti bahwa semakin tinggi angka UMF madu, semakin tinggi khasiatnya dalam menurunkan inflamasi, dan berdasarkan penelitian diatas, semakin tinggi pula manfaatnya dalam mengatasi kanker. Selain metilglioksal sebagai antibakteri utama dalam madu manuka, tingginya senyawa fitokimia, seperti kandungan metilsyringat dan fenolik dalam madu manuka memberikan manfaat optimal dalam membantu pencegahan dan penyembuhan kanker. Berbagai penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa diantara berbagai madu yang diujikan, madu manuka terbukti memiliki kandungan fitokimia yang paling tinggi.  Perawatan kanker konvensional dengan terapi radiasi, kemoterapi, dan juga operasi merupakan terapi yang wajib dilakukan dalam penanganan kanker. Akan tetapi, efek samping kemoterapi dan radiasi banyak membuat kerusakan sel-sel tubuh, dan beberapa organ tubuh. Konsumsi madu manuka selama masa kemoterapi dan radiasi membantu menurunkan efek samping kemoterapi dan radiasi secara signifikan, sehingga pasien kanker yang menjalani kedua terapi tersebut dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

SARAN UNTUK KONSUMEN

Pastikan anda hanya membeli madu manuka asli yang memiliki nomor lisensi UMFHA, dikarenakan setiap madu manuka yang tergabung dalam UMFHA dan telah memiliki lisensi UMF telah diaudit mutu, keaslian dan kebenaran klaim labelnya oleh laboratorium independent pada saat produksi dan post market. UMFHA menghabiskan banyak dana riset untuk rating system yang bertujuan memastikan bahwa madu manuka yang dihasilkan oleh setiap anggota asosiasi UMFHA adalah sesuai standar yang diterapkan pada saat produksi dan juga setelah produk tersebut sudah dijual di toko.  Keaslian, kemurnian, dan penanganan yang alami namun modern terhadap madu manuka Streamland menjadikan madu manuka Streamland dapat menjadi pilihan yang tepat untuk  membantu anda dalam program mendapatkan keturunan.

Madu manuka yang berlisensi UMF  membuat program kesuburan anda memiliki hasil yang lebih optimal. Mengapa?  Karena setiap madu manuka UMF yang dihasilkan memiliki jaminan mutu tertinggi dimana produk yang dihasilkan harus melalui beberapa tes ulang mutu diantaranya adalah :
  1. Metilglioksal sebagai antibakteri utama pada madu manuka, untuk mengetehui asal senyawa  dan total jumlahnya. 
  2.  Dehidroxyacetone (DHA) sebagai prekursor metilglioksal alami pada madu manuka
  3.  Hidroxymetilfurfural (HMF) sebagai parameter kerusakan atau pemansan pada madu
  4.  Leptosperin sebagai penanda kimia unik dari bunga manuka
Madu Manuka Streamland merupakan salah satu  madu manuka yang merupakan anggota UMFHA dengan nomor lisensi 2010, dan juga telah melalui program pengawasan mutu yang ketat pada saat produksi dengan nomor RMP (Risk Management Program) nomor SLP8. Produk Madu Manuka Streamland juga telah terdaftar di BPOM RI untuk memenuhi regulasi madu asli Indonesia sesuai SNI 01-3545-2004.
 
Konsumsi Hanya Madu Manuka UMF Streamland Dengan Label Resmi Indonesia Untuk Jaminan Keaslian, Keamanan, Mutu Optimal, dan Legalitas Produk!
 

Mengapa Madu Manuka UMF Streamland Pilihan Terbaik?

  • Bersertifikat UMF, mutu dan kandungan 3 senyawa bioaktifnya (metilglioksal, leptosperin, DHA)  diaudit Lab Independent  dibawah asosiasi UMFHA 👉Standar Jaminan Mutu dan Keaslian Madu Manuka Paling Tinggi  Untuk Khasiat Optimal Produk
  • Bersertifikat Halal FIANZ
  • Sertifikat BPOM RI👉Keamanan Produk Pangan Jadi
  • Dilengkapi Sertifikat NKV Kementrian  Pertanian RI 👉Jaminan Legalitas Produk, Bebas Kontaminasi, dan Menunjukkan Best Practice Penanganan dan Penyimpanan Produk
  • GE Free Yang Berarti Rekayasa Genetika
  • Menjadi Pilihan Utama Konsumen Untuk Madu Manuka Berkat Manfaat Nyata Produk Bagi Konsumen   
 

Untuk Informasi Dan Inquiry Produk, Jangan Ragu Untuk Menghubungi Kami Setiap Saat.

 


 




Baca Juga :

Label Resmi Madu Manuka UMF Streamland Indonesia
 

No comments

Theme images by konradlew. Powered by Blogger.